Jangan Jadi Pemimpin Zalim, Ini Ancaman Allah SWT

Inforepublik- Opini (17/7/22) Jadi pemimpin tentu banyak ujiannya. Tidak
mudah bagi seseorang untuk bisa memimpin tanpa dibekali moral, akhlak, dan kemampuan
yang mumpuni.
Pemimpin harus bisa
bersikap adil, jujur, dan tidak semena-mena. Pemimpin tidak boleh mencelakai
rakyat dan bangsanya. Pemimpin tidak boleh zalim.
”Sesungguhnya, dosa itu
atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka
bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.”(QS Asysyura [42]:
42).”Barang siapa yang menipu kami, bukanlah dia dari golongan kami.” (HR
Muslim).
Baca Lainnya :
- Bolehkah Wanita Muslimah Memandang Lelaki Yang Bukan Mahram?0
- Berhenti Membohongi Diri Sendiri 0
- Kadin Kominfo Serahkan Sedekah Subuh di Masjid Jamik 0
- Islam: Melebur dalam Seni dan Budaya Indonesia.0
- Hubungan Budaya dan Agama dalam Islam0
Rasulullah SAW mengatakan,
setiap orang adalah pemimpin dan mereka akan bertanggung jawab atas
kepemimpinannya itu. Dalam hadis lain, disebutkan, “Barang siapa yang diangkat
oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum Muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa
memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan
mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian
kepadanya, dan kemiskinannya.” (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari
Abu Maryam).
Seorang pemimpin adalah
abdi atau pelayan bagi anggota kelompoknya (rakyatnya), baik pemimpin perusahaan,
masyarakat, keluarga, maupun negara. Dalam sebuah ungkapan, dikatakan, ”Sayyid
al-Qawm khaadimuhu.” (Pemimpin sebuah kaum adalah pelayan bagi kaumnya). Karena
itu, mereka tidak boleh melakukan kezaliman pada orang-orang yang dipimpinnya.
Semua kebijakan yang dibuatnya harus mengacu pada kepentingan yang dipimpinnya.
Bila ia mengkhianati amanah
yang telah diberikan (rakyat) itu, dosa besar dan azab yang pedih akan
ditimpakan kepadanya.
Dalam kitab al-Kaba`ir ini,
Adz-Dzahabi juga menyebutkan dosa besar bagi hakim yang zalim. Yakni,
memutuskan suatu perkara tanpa memenuhi rasa keadilan sebagaimana ditetapkan
(Alquran). ”Allah tidak akan menerima shalat seorang pemimpin yang tidak
berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah.”
Hakim itu terdiri atas tiga
macam, satu orang di surga dan dua lainnya di neraka. Seorang hakim yang tahu
kebenaran dan ia memutuskannya dengan kebenaran itu, ia berada di surga.
Sedangkan, hakim lain yang mengetahui kebenaran, namun ia menyimpang dengan
sengaja, ia berada di neraka. Dan, seorang hakim yang memutuskan perkara tanpa
didasari dengan ilmu, ia berada di neraka.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu
Majah).
Begitu
juga mereka yang senantiasa melakukan sogok (suap-menyuap) dan korupsi. ”Allah
melaknat orang yang memberi suap dan menerimanya dalam memutuskan (suatu
perkara).” (HR Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Hakim).(ig)