Inilah Cara Menjaga Kebahagiaan Keluarga
1.jpg)
PALEMBANG, INFO
REPUBLIK -- PUNYA keluarga islami yang harmonis dan bahagia adalah cita-cita semua
orang yang membangun rumah tangga.
Sebagai umat muslim yang baik tentu kita menginginkan memiliki sebuah
keluarga yang islami penuh kebahagiaan,aman dan sejahtera yaitu keluarga yang
di dalamnya terdapat penegakan adab-adab mulia, dalam menciptakan keluarga
bahagia, aman tentram, Sakinah Mawaddah Wa Rahmah.
Itu adalah fitrah manusia yang memang ditakdirkan Allah diberi rasa senang
dan bahagia bila hidupnya aman, tentram, sehat walafiat, anak, istri suami
sukses dunia dan menuju akhirat.
Baca Lainnya :
- Berprasangka Baiklah Kepada Allah0
- Nikmatnya Bersahabat dengan Orang Sholeh0
- Dunia Hanya Persinggahan0
- Orang – Orang yang Beruntung0
- Menggapai Ampunan Allah SWT0
Tapi tidak semua orang bernasib sama sesuai yang diinginkan. Ada ujian,
cobaan, onak dan duri mewujudkan cita-cita tersebut. Itulah yang dinamakan
dinamika kehidupan. Apakah manusia mampu melewatinya? Apakah sebuah keluarga
mampu menghadapi cobaan itu? Semua tergantung Allah dan tergantung juga dengan
perilaku serta bagaimana manusia atau sebuah keluarga menghadapinya.
Tentunya masing-masing suami dan istri harus mamahami kedudukan, fungsi dan
tugasnya. Suami harus membiayai kelangsungan kebutuhan materi keluarganya,
karena itu salah satu tugas utamanya.
Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah 233: “… Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang
makruf “.
Allah memberikan rezeki pada tiap keluarga, terutama pada keluarga yang
pandai bersyukur maka seorang istri harus bisa mensyukurinya dan merasa cukup.
Tidak berkeluh kesah dan menggerutu, sekecil apapun nikmat yang mereka dapat.
Mereka percaya bahwa Allah akan menambahkan nikmat pada hamba-Nya yang pandai
bersyukur dan merasa cukup.
“Secara teori memang gampang. tapi praktiknya susah lho, tidak semudah
membalik tangan, membangun rumah tangga harmonis itu susah,” ujar Rina, ibu
rumah tangga yang baru sekitar dua tahun menikah.
Menurutnya, terkadang suami istri sudah paham dengan kedudukan dan fungsi
masing-masing dalam keluarga. Tapi tetap saja, ada rasa sedih, marah, tidak
suka ketika hal-hal yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. “Hal itulah
yang membuat kadang-kadang kita suka bertengkar, ribut, saling
sedieman…hubungan jadi dingin. Kalau sudah begini pingin pulang saja ke rumah
orangtua,” ujarnya.
Rina tidak sendiri, banyak keluarga lain
yang kondisinya mungkin seperti itu. Buktinya, makin hari makin banyak kasus
berujung perceraian di kota pempek, Palembang.
Pengadilan Agama Kelas 1 Kota Palembang mencatat pengajuan perceraian dalam
pernikahan banyak diajukan oleh wanita (istri).
Sekretaris Pengadilan Agama Kelas 1 Palembang, Annihir, mengatakan, pengajuan
cerai gugat oleh wanita memang dominan, dibandingkan dengan cerai talak oleh
pria (suami).
Latar belakangnya karena perselisihan,
meninggalkan salah satu pihak (selingkuh), dan faktor ekonomi.
data kasus perceraian untuk sepanjang tahun 2021, untuk pengajuan yang masuk
ada sebanyak 617 kasus cerai talak, dan sebanyak 2.248 kasus gugat.
Sedangkan untuk tahun 2022 sampai 21 Juni pengajuan yang sudah masuk ada
sebanyak 319 talak, dan 1.193 gugat.
Menjaga Kehangatan Keluarga
Penting bagi setiap keluarga untuk terus menjaga kehangatan keluarga dari
hari ke hari hingga tahun ke tahun. Berikut ini 9 cara mewujudkannya.
1. Terima Kelebihan dan Kekurangan
Pasangan
Tidak ada manusia yang sempurna, begitu pun diri kita dan pasangan kita.
Alangkah tidak adilnya bila kita hanya menerima sisi positif pasangan dan
menolak sisi negatifnya. Penerimaan kita terhadap kekurangan pasangan akan
meredam ketegangan yang kerap muncul dalam pernikahan. Sering-seringlah
mengingat kelebihan pasangan, agar kita bisa senantiasa menghidupkan rasa cinta
dalam hati dan meminimalisir pertengkaran.
2. Memaafkan dan Melupakan Kesalahan Pasangan di Masa Lalu
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, baik kesalahan kecil maupun
besar. Memaafkan dan melupakan kesalahan pasangan di masa lalu bukanlah hal
yang mudah. Namun bila kita telah berkomitmen untuk mempertahankan pernikahan,
maka memaafkan dan melupakan kesalahan pasangan merupakan salah satu jalan
untuk membina keluarga bahagia, sejahtera dan harmonis.
3. Jalin Komunikasi
Banyak sekali pernikahan yang berakhir
hanya karena kita lalai menjaga kehangatan komunikasi. Di masa sekarang,
fasilitas internet memudahkan kita berinteraksi dengan berbagai orang, termasuk
dengan orang-orang di masa lalu. Akibatnya, kita sering lupa menjalin
komunikasi dengan pasangan. Tanpa komunikasi kita tak mungkin bisa memahami
pasangan dengan baik. Akhirnya hubungan kita semakin renggang, bahkan menjadi
asing satu sama lain. Maka bila ingin membangun keluarga bahagia,aman dan
harmonis, redamlah ego, selalu bertegur sapa. Ini memang berat pada mulanya,
tetapi efektif untuk menyatukan hati. Tanpa komunikasi kita tak akan bisa
menyentuh hatinya dan memahami persoalan yang membelenggu dirinya.
4. Meminta Maaf Terlebih Dahulu
Merasa diri paling benar dan sikap menyalahkan pasangan adalah jalan termudah
untuk mengakhiri sebuah pernikahan. Kita bisa merancang semua alasan untuk
membenarkan sikap kita. Namun tahukah, si Dia pun memiliki sejuta alasan untuk
mempertahankan egonya. Lantas, demi komitmen untuk menciptakan keluarga
harmonis, mengapa tidak jika kita yang meminta maaf terlebih dahulu. Meminta
maaf tidak membuat kedudukan kita menjadi rendah di matanya, sebaliknya, akan
memecahkan kebekuan yang telah terbentuk sebelumnya.
5. Hindari Berburuk Sangka
Tuduhan yang tidak mendasar sering kali menjadi pemicu sebuah pertengkaran
dalam rumah tangga. Menghindari berburuk sangka pada pasangan akan membuat kita
rileks dalam menjalani kehidupan dan membuat kita fokus untuk membina keluarga
harmonis.
6. Memperbaiki Diri
Kita tidak bisa mengharapkan orang lain berubah, tanpa terlebih dahulu kita
yang mengubah diri sendiri. Sebagaimana pasangan kita yang tak sempurna,
sesungguhnya kita pun jauh dari sempurna. Boleh jadi sikap dan kebiasaan buruk
yang kita miliki – dan sering tidak kita sadari-merupakan satu sebab yang
memicu timbulnya perselisihan.
7. Jangan Menutup Diri
Tidak ada pernikahan yang sempurna dan tanpa perselisihan. Ada kalanya
perselisihan itu berujung pada pertengkaran-pertengkaran hebat yang membuat
kita berpikir untuk mengakhiri pernikahan. Jika hal itu yang terjadi pada
pernikahan, tak ada salahnya membicarakan masalah yang kita hadapi pada pihak
ketiga. Bicaralah pada orang yang kita percaya mampu bersikap adil dan bisa
memberi solusi atas kondisi yang kita hadapi. Kita bisa menceritakan pada
sahabat terdekat, atau konsultan pernikahan. Dengan melakukannya, beban yang
kita rasakan akan terasa lebih ringan.
8. Utamakan Kebahagiaan Anak
Anak bisa sumber kebahagiaan, akan tetapi bisa juga menjadi sumber percekcokan
bagi orangtuanya. Meskipun demikian, sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban
orangtua untuk memberikan kehidupan yang tenang, tentram dan menyenangkan bagi
buah hatinya. Bila kata cerai sudah di ujung lidah, ada baiknya kita berpikir
ulang demi masa depan anak-anak. Bukankah anak selalu menjadi korban dalam
sebuah perceraian? Ingatlah dampak perceraian yang kerap menimbulkan masalah
dalam proses tumbuh kembang anak.
9. Ibadah, Sedekah, Berbuat Baik,
Berkasih Sayang
Mendekatkan diri pada Sang Pencipta dengan beribadah, bersedekah, dan terus
berbuat baik dan berkasih sayang, itulah cara untuk menyelamatkan sebuah
pernikahan dan membentuk keluarga harmonis. Hanya dengan memiliki keyakinan dan
bersandar pada kekuatan Allah, kita mampu bertahan dan menjalani kehidupan
pernikahan dengan baik.
Ustad Sukardi SThI, fasilitator
pemahaman Alquran tinggal di Palembang, dalam sebuah tausiah pernikahan pernah
bertanya. “Pak, bu, membangun rumah tangga itu gampang atau susah?” Dijawab
hadirin dengan satu suara “Susaaaahhh”.
“Saya tanya sekali lagi, membangun rumah tangga itu gampang atau gampang??”
Dijawab audiens “Susaaaahhhh”. Lho kenapaa??
“Membangun rumah tangga itu gampang buk, pakk…. Kalau istri sedang marah, bapak
jangan ikut marah. Kalau istri sedang malas nyuci piring, bapak yang cuci
piring. Kalau bapaknya lagi pengen makan, ibu kasih makan. Gampang kan? Intinya
mengalah, saling pengertian, kesampingkan ego, dan terus pupuk rasa kasih
sayang dalam keluarga dengan berbuat baik kepada siapapun, terutama orangtua,
saudara, tetangga, dan sebagainya. Insyaallah, Allah akan ridho,” katanya. Penulis
: Novi Amanah/berbagai sumber