Dahsyatnya Makna Surat Dhuha
2.jpg)
PALEMBANG, INFO
REPUBLIK -- Memahami
surat-surat pendek di dalam Alquran sangat penting. Kita tidak hanya disarankan
membacanya, tapi juga memahaminya.
Kita
coba membaca dan memahami surat Ad-Dhuha. Surat ini Surah Ad-Duha (bahasa Arab:الضحى)
adalah surah ke-93 dalam al-Qur’an dan terdiri atas 11 ayat. Surah ini termasuk
golongan surah Makkiyah dan diturunkan sesudah surah Al-Fajr. Nama Adh Dhuhaa
diambil dari kata yang terdapat pada ayat pertama, yang artinya “waktu matahari
sepenggalahan naik”.
Surat
Adh Dhuhaa, menerangkan tentang pemeliharaan Allah SWT terhadap Nabi Muhammad
SAW (dan umatnya) dengan cara yang tak putus-putusnya, larangan berbuat buruk terhadap
anak yatim dan orang yang meminta-minta dan mengandung pula perintah kepada
Nabi supaya mensyukuri segala nikmat.
Baca Lainnya :
- Dua Syarat Agar Doa Terkabul Menurut Alquran0
- Begini Wanita Islam yang Terpelihara Kebaikannya0
- Wajib Hukumnya Mencegah Kemunkaran, Agar Engkau tak Berdosa0
- Ada Berita Gembira Bagi Orang yang Bersabar0
- Kupinjam Namamu Disepertiga Malam0
Dahsyatnya
makna surat ini, karenanyalah dianjurkan untuk membaca surat Dhuha saat
melaksanakan sholat Dhuha.
Berikut
terjemahan surat Ad-dhuha.
Dengan
nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
1.
Demi waktu Dhuha (ketika matahari naik sepenggalah),
2.
dan demi malam apabila telah sunyi.
3.
Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad), dan tidak (pula) membencimu,
4.
dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan.
5.
Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu sehingga
engkau menjadi puas.
6.
Bukankah Dia mendapati dirimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu).
7.
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
8.
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan
kecukupan.
9.
Maka terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.
10.
Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya).
11.
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).
Adapun
Tafsir makna dan kandungan Surah Ad-Dhuha adalah sebagai berikut :
Ibnu
Katsir berkata, “Dianjurkan bertakbir dari akhir surah Adh Dhuha sampai akhir
surah An Naas. Para ahli qiraa’at menyebutkan, bahwa hal itu termasuk sunnah
yang ada riwayatnya, dan mereka menyebutkan alasan mengucapkan takbir dari awal
surah Adh Dhuha, yaitu bahwa ketika wahyu terlambat turun kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terputus selama waktu tersebut, kemudian
malaikat datang dan menyampaikan wahyu kepada Beliau, “Wadh Dhuhaa-Wallaili
bidzaa sajaa.” Yakni surah Adh Dhuha sampai akhirnya, maka Beliau bertakbir
karena gembira dan senang.” Ibnu Katsir berkata pula, “Riwayat tersebut tidak
diriwayatkan dengan isnad yang dapat dihukumi shahih maupun dha’if, wallahu
a’lam.”
Imam
Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Jundub bin Sufyan ia
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah sakit sehingga tidak
bangun selama dua atau tiga malam, lalu ada seorang wanita yang datang berkata,
“Wahai Muhammad, sesungguhnya aku berharap setanmu telah meninggalkanmu, karena
aku tidak melihat dia mendekatimu sejak dua atau tiga malam.” Maka Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman, “Wadh dhuhaa—Wallaili idzaa sajaa—Maa wadda’aka Rabbuka
wamaa qalaa.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim, Tirmidzi, dan ia
berkata, “Hadits ini hasan shahih,” Ahmad, Thayalisi, Ibnu Jarir, Al Humaidiy,
dan Al Khathiib dalam Muwadhdhih Awhaamil Jam’i wat Tafriiq juz 2 hal. 22).
Allah
Subhaanahu wa Ta’aala bersumpah dengan waktu dhuha dan waktu malam ketika telah
sunyi untuk menerangkan perhatian Dia kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Maksudnya,
ketika turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
terhenti untuk sementara waktu, orang-orang musyrik berkata, “Tuhannya
(Muhammad) telah meninggalkannya dan benci kepadanya.” Maka turunlah ayat di
atas untuk membantah perkataan orang-orang musyrik itu, yaitu, “Tuhanmu tidak
meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu,” yakni Allah
Subhaanahu wa Ta’aala tidaklah meninggalkan Beliau dan membiarkannya sejak Dia
mengurus dan mendidik Beliau, bahkan Dia senantiasa mengurus dan mendidik
Beliau dengan pendidikan yang sebaik-baiknya serta meninggikan Beliau sederajat
demi sederajat.
Yakni
Dia tidak membencimu sejak Dia mencintaimu. Inilah keadaan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dahulu dan yang sekarang; yakni keadaan yang
paling sempurna; kecintaan Allah untuk Beliau dan tetap terus seperti itu serta
diangkatnya Beliau kepada kesempurnaan, dan tetap terusnya mendapatkan
perhatian dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Adapun keadaan Beliau pada masa
mendatang, maka sebagaimana firman-Nya, “Dan sungguh, yang kemudian itu lebih
baik bagimu daripada yang permulaan.”
Maksudnya,
bahwa akhir perjuangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu akan
menjumpai kemenangan-kemenangan meskipun permulaannya penuh dengan
kesulitan-kesulitan. Allah Subhaanahu wa Ta’aala menguatkan agama Beliau,
memenangkan Beliau terhadap musuh-musuhnya serta memperbaiki kondisi Beliau
sehingga Beliau mencapai keadaan yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang
terdahulu maupun yang datang kemudian, baik dalam hal keutamaan, kebanggaan
maupun kegembiraan. Sedangkan di akhirat, maka tidak perlu ditanya tentang
keadaan Beliau; keadaan Beliau penuh dengan berbagai kemuliaan dan kenikmatan.
Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman, “Dan sungguh, kelak
Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.”
Pemberian-Nya yang besar tidak mungkin diungkapkan selain dengan kata-kata itu.
(*/sumber: dictio.com)